Sumber: bacaterus.com

(Ditulis untuk mengenang kebodohan saya dalam berpuisi di Hari Puisi Nasional)


Mungkin seperti tahi cecak yang mengenai pipimu

Puisi kula berbau busuk

Puisi kula hitam dan putih: lonjong dan mini

Entah bagaimana tahi ini terbentuk, jangan tanya apa-apa, cecunguk, sebab aku pun tak tahu bagaimana puisiku terbentuk, apalagi puisimu

Jelasnya kau menggrafirnya laiknya buku-buku Litopenaeus, kuat dan bersekat-sekat

Tapi,

Grafirku laiknya tahi-tahi yang terjun dari asbes, hangat mulanya, kemudian dingin bak mayit sia-sia

Pun selalu ada interupsi bak letupan-letupan sampar, busuk katanya, ini masih perihal puisiku

Lantas dia menyentil tahi cecak di pipinya, jijik katanya

Bau pun hilang

Bak puisi tahi cecakku yang nyatanya niskala selamanya