Ilustrasi menulis naskah Sumber: alchetron.com |
Hadi Sidomulyo berpendapat bahwa Mpu Prapanca adalah nama pena dari Dhang Acarya Nadendra berdasarkan Prasasti Canggu dan Prasasti Sekar. Menurut Slamet Muljana, alasan penulis kakawin Nagarakertagama ini memilih nama Prapanca karena nama tersebut berarti kesedihan. Hal ini bukan tanpa suatu alasan. Saat menulis kakawin Nagarakertagama pada tahun 1365, Prapanca telah dipecat karena dipercaya sebagai orang yang binal dan tidak berguna. Prapanca senantiasa berada dalam bayang-bayang ayahnya yang dianggap jauh lebih baik dari putranya sendiri. Sejarawan asal Inggris bernama Nigel Bullough mengungkapkan bahwa ayah Prapanca sangat dihormati oleh pendeta Buddha dan mungkin juga seorang pujangga yang unggul di masa lalu. Prapanca menggantikan posisi ayahnya sebagai darmadyaksa kasogatan atau ketua urusan agama Buddha di Majapahit sebelum kehilangan pekerjaan tersebut.
Dalam buku Kakawin Nagarakertagama: Teks dan Terjemahan Karya Mpu Prapanca yang diterjemahkan Damaika dkk, tertulis dalam pupuh 94, "...semata-mata ini hanyalah pertaruhan, tidak tahu malu meski hanya bahan tertawaan, apapun yang akan terjadi ia berserah." Dalam kalimat ini, seolah-olah Prapanca tidak percaya pada kakawin Nagarakertagama yang sedang ditulis. Terlebih, setelah teman baiknya yang dikisahkan dalam pupuh 29 meninggal dunia. "Dan Sang Pujangga bernama Prapanca saja yang bersedih tiada habisnya, oleh karena kawannya Sang Pujangga Mapanji Kertayasa pengikut Buddha, telah meninggal dunia, teman baik dalam suka cita bersama-sama dalam berkarya, dalam menyertai upacara agama, selalu memberikan nilai tinggi bagi karya yang ia tulis, serta menjaganya." Tampaknya Prapanca menulis kakawin Nagarakertagama dalam keadaan menyedihkan. Slamet Muljono mengatakan, "Pada hakikatnya waktu dia mengubah Nagarakertagama hidupnya sedang diliputi kesedihan akibat kehilangan pangkat dan hidup kesepian jauh dari istana." Padahal tujuh abad kemudian tidak akan ada seorang pun yang menertawakan kakawin Nagarakertagama, apalagi menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna. Semua orang akan memberi nilai yang tinggi pada karya buatan Prapanca ini, bukan hanya Mapanji Kertayasa yang telah meninggal dunia.
Kakawin Nagarakertagama dikenal sebagai karya sastra yang menceritakan hal-hal baik dalam masa pemerintahan Hayam Wuruk. Namun, tidak demikian tentang Prapanca. Penulis kakawin ini menuliskan keburukan dirinya sendiri dalam pupuh 96 yang menyerupai sebuah biodata penulis di akhir naskah. "Prapanca Senang akan lima hal, pracacad, jika berkata-kata penuh senda gurau, prapongpong, adalah mengabaikan waktu tidur, pracongcong, adalah sekejab menyebabkan kegembiraan. Tidak mengikuti aturan, jangan diikuti,
ia tidak terlalu pandai, tidak mengikuti akal sehatnya, ciri-ciri pujangga utama adalah mengikuti tata cara di dalam ajaran, terus patuh dan tunduk pada penguasa." Meskipun Prapanca terkesan jauh berbeda dari pujangga-pujangga normal lainnya, namun dia terus menulis. Tanpa Prapanca ketahui bahwa apa yang dia tulis selalu dikagumi para sejarawan, bahkan para penulis di masa depan.
0 Komentar
Tuliskan perasaan kalian disini, Busukers!