Candi Pertapaan
Sumber: doc. pribadi

Bukit Pertapaan di Dusun Ngemplak, Desa Bagelenan, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar menyembunyikan reruntuhan candi yang belum terdaftar sebagai cagar budaya. Candi ini dikenal sebagai Candi Pertapaan yang konon merupakan petilasan Dewi Kili Suci. Candi yang terbuat dari batu andesit ini berada di puncak bukit yang bersebelahan dengan Bukit Lengkeh. Keduanya membentuk konstelasi Gunung Pegat sebagai salah satu ikon Kabupaten Blitar.

Pemandangan Bukit Lengkeh dari Bukit Pertapaan
Sumber: doc. pribadi

Pengunjung cukup mengeluarkan biaya sebesar Rp 4.000, termasuk biaya parkir guna menikmati wisata alam, budaya, dan edukasi yang berbaur menjadi satu. Tempat parkir yang luas dan teduh berada tepat di seberang pintu masuk. Di sekitarnya, kedai makanan berlomba-lomba menjajakan aneka makanan dan minuman. Hal ini dapat memenuhi perbekalan Busukers sebelum memulai pendakian.

Pintu masuk
Sumber: doc. pribadi

Busukers akan disambut oleh rimbunnya pepohonan, termasuk undakan pintu masuk bertuliskan "Bukit Pertapaan." Ada banyak hiasan yang mempercantik lokasi ini, baik dari papan-papan tulisan warna-warni, papan petunjuk nama tanaman tertentu, tanaman hias, dan lentera yang menggantung di pepohonan. Semuanya dirangkai membentuk area taman yang layak dipakai sebagai spot foto untuk menemani perjalanan para pendaki. Trek yang disediakan berupa jalan beton berbentuk undakan, termasuk fasilitas tempat duduk di banyak titik pemberhentian dan rest area yang dapat memanjakan Busukers yang berniat untuk sekadar piknik.

Rest area
Sumber: doc. pribadi

Jalan beton akan berganti jalan setapak kurang lebih di setengah perjalanan menuju puncak bukit. Sebagai gantinya, pengunjung dapat menyaksikan sisa wahana-wahana bambu yang digunakan sebagai spot foto di masa lalu. Namun entah kenapa banyak di antaranya tampak tak terurus dan reot. Jika kalian jeli, kalian dapat menemukan trek sepeda dan trail di sepanjang perjalanan. Hal ini ditandai dengan garis kuning dan hitam laiknya garis polisi serta trek yang jauh lebih lebar dari trek pejalan kaki. Kalian pun akan melihat papan petunjuk jalur sepeda di bagian bawah wahana berbentuk perahu layar.

Spot foto yang terbengkalai
Sumber: doc. pribadi

Perjalanan masih panjang. Pun jangan risau kalian akan tersesat, sebab terdapat papan petunjuk yang secara langsung mengarahkan kalian menuju Candi Pertapaan. Sisa jalan setapak yang akan kalian lalui memang cukup menantang. Tapi jangan terlalu dipikirkan karena dapat dilalui hanya dengan memakai sandal jepit.

Papan peringatan
Sumber: doc. pribadi

Ketika kalian puas berfoto di wahana-wahana terbengkalai, teruslah naik mengikuti jalan setapak yang tersisa. Kalian akan menjumpai dua papan petunjuk berisi peringatan: wanita haid dilarang naik dan dilarang duduk di arca candi. Patuhi larangan yang tertulis dan jangan sekali-kali lupa berdoa dalam hati. Kemudian kalian akan melihat jalan setapak yang semakin curam. Teruslah semangat. Selain itu, jika diperhatikan dengan seksama, terdapat banyak batu-bata merah yang tercecer, seolah-olah batu-bata ini disusun membentuk semacam undakan untuk mempermudah pendakian. Sayangnya batu bata ini, yang saya indikasikan secara kasar sebagai batu-bata kuno akibat ukurannya yang besar laiknya penyusun candi-candi lain, terserak tak beraturan dan sebagian tertimbun tanah. Tidak diketahui apakah batu-bata ini memang disusun sebagai tangga di masa lalu atau sengaja dipindahkan oleh masyarakat untuk mempermudah pendakian.

Papan petunjuk
Sumber: doc. pribadi

Tak berselang lama, kira-kira 30 menit dari total pendakian, kalian akan mencapai puncak yang berisi reruntuhan Candi Pertapaan. Aroma kemenyan dan sesajen segera menarik perhatian. Dua pohon besar yang berdiri di depan pendopo terlihat dililit kain laiknya kebudayaan di Pulau Bali. Terkesan keramat dan angker.

Pendopo
Sumber: doc. pribadi

Hal pertama yang saya amati adalah pendopo yang tersusun dari tumpukan batu-batu andesit. Di salah satu sudutnya, tampak sesajen yang mungkin berusia beberapa hari. Batu-batu yang menyusun alas pendopo terlihat unik. Tidak sekedar berbentuk persegi panjang, namun terdapat beberapa lengkungan di bagian luar yang terkesan sebagai hiasan.

Kala
Sumber: doc. pribadi

Candi Pertapaan menghadap ke barat dengan bangunan utama tersusun dari batu andesit. Tampak terdapat dua undakan dengan yoni dan kala yang masih tersisa. Yoni candi memiliki hiasan cerat naga dan terlihat jelas guratan-guratan ukiran si pembuat. Di atasnya sesajen sengaja diletakkan. Tidak hanya yoni, candi ini mempunyai kala berukuran besar yang unik. Pasalnya tidak semua candi mempunyai kala.

Yoni
Sumber: doc. pribadi

Sebenarnya candi ini cukup luas. Dapat dilihat dari adanya susunan batu bata merah di sebelah selatan. Di atasnya ada reruntuhan candi lain yang tercecer bahkan sampai ke bagian yang lebih rendah. Keunikan candi ini adalah adanya batu andesit sebagai penyusun bangunan utama dan batu-bata merah yang tampak disusun membentuk pagar dan undakan. Namun, hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menemukan hakikat yang sebenarnya. Karena belum diakui sebagai cagar budaya Kabupaten Blitar, tidak ditemukan informasi mengenai asal-asul Candi Pertapaan kecuali melalui penutuan masyarakat sekitar. Kapan candi ini dibuat, siapa yang membuatnya dan, untuk apa. Semua ini masih menjadi rahasia.

Sebaran batu candi
Sumber: doc. pribadi

Di sisi sebelah utara, pengunjung dapat menikmati pemandangan puncak Lengkeh. Bahkan, ditemukan jalan setapak melalui semak-semak yang dulu digunakan sebagai jalur komunitas trail. Sedangkan di sisi barat terdapat jalan setapak menuju sisa pondasi bangunan juru kunci.
Intinya, banyak sekali batu-batu candi berserakan yang memerlukan perhatian pemerintah. Apalagi Candi Pertapaan terletak di salah satu bukit yang membentuk konstelasi Gunung Pegat. Sudah selayaknya pemerintah dan masyarakat bahu membahu melindungi dan melestarikan cagar budaya yang tersisa. Terlebih bagi akademisi untuk mempelajarinya sebagai khasanah ilmu pengetahuan.