SANTRI MILENIAL: SEMUT SEBAGAI KONTROL DEGRADASI LINGKUNGAN

Semut
Sumber: makassar.tribunnews.com

Santri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang-orang yang mendalami agama Islam, beribadah sungguh-sungguh atau beramal saleh. Sebagaimana dilansir republika.co.id, berdasarkan data Bagian Data, Sistem Informatika, dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama tahun 2016, terdapat 28.194 pesantren yang dihuni 4.290.626 santri. Mannheim, seorang sosiolog menerangkan sosio-sejarah serupa membentuk karakter seragam yang menyebabkan pembagian manusia menjadi beberapa generasi, seperti generasi milenial. Generasi ini terlahir tahun 1980 hingga 1997. Santri yang terlahir di tahun tersebut disebut generasi santri milenial. Mereka mencapai usia produktif antara 21 hingga 38 tahun di titik sekarang. Dampaknya, santri milenial mempengaruhi perkembangan negara termasuk kelestarian lingkungan.

Lingkungan ialah ruang yang ditempati makhluk hidup dan benda-benda mati (Soemarwoto, 2001). Di dalamnya keanekaragaman organik dan non organik membentuk suatu ekosistem. Dalam ekosistem hewan dan tumbuhan menempati suatu habitat dan berperan di rantai makanan. Setiawan (2015) menyatakan manusia sebagai khalifah berperan mensejahterakan, melestarikan, dan memanfaatkan bumi seisinya termasuk kelestarian lingkungan. Hal ini sebagaimana Undang-Undang Republik Indonesia tahun 1945 pasal 3 ayat (3) menuliskan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Sayangnya seringkali pemanfaatan tersebut tidak diikuti pelestarian sebagai faktor penyebab degradasi lingkungan yang menyebabkan kerugian manusia maupun makhluk hidup lainnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, degradasi adalah kemunduran, kemerosotan, atau penurunan. Degradasi lingkungan diartikan sebagai penurunan kualitas lingkungan. Dewasa ini, degradasi difaktorisasi kegiatan manusia. Misalnya pencemaran, industrialisasi, pertambangan, pertambahan penduduk, lemahnya hukum, dan kebijakan ulil amri. Degradasi sangat berpengaruh terhadap ekosistem, habitat, dan rantai makanan. Sains membuktikan berkurangnya atau hilangnya populasi beberapa hewan dan tumbuhan, mengungkap adanya penurunan kualitas lingkungan. Hewan dan tumbuhan tersebut disebut bioindikator alami. Tumbuhan tidak dapat berpindah sehingga berdiri sebagai bioindikator terbaik. Meskipun demikian, hewan sebagai bioindikator dapat memberi informasi serupa, misalnya semut.

Hewan ialah makhluk bernyama, iritablitas, bergerak, dan tidak berakal (Shihab, 1998). Semut adalah hewan insekta (serangga). Menurut klasifikasi, semut termasuk ordo Hymenoptera dan famili Formicidae. Dalam Al Quran, semut tertulis sebagai nama surat, Surat An-Naml. Allah berfirman yang artinya:

Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh sulaiman dan tentaranya sedangkan mereka tidak menyadari.” (Q. S. An-Naml [27]:18)

Menurut Riyanto (2007), semut memiliki penyebaran dan habitat luas yang berperan penting di suatu ekosistem. Semut digunakan sebagai bioindikator penilaian lingkungan, seperti kebakaran, gangguan vegetasi, penebangan hutan, pertambangan, pembuangan limbah, dan faktor penggunaan lahan (Wang et al, 2000). Artinya jika terdapat populasi semut di lingkungan tertentu menandakan tingginya kualitas lingkungan. Sebaliknya, menurunnya populasi menyatakan adanya degradasi lingkungan. Selain itu, semut berperan sebagai pengurai zat organik di suatu ekosistem (Riyanto, 2007).

Kontrol populasi semut dilakukan sebagai pencegah degradasi. Kontrol direalisasikan melalui manajemen lingkungan berkelanjutan. Hal ini menyebabkan ekosistem non gangguan, habitat dan rantai makanan yang stabil. Artinya tidak ada penambahan atau penurunan populasi semut keseluruhan yang berbanding terhadap tidak adanya degradasi atau penurunan kualitas lingkungan. Jika perubahan populasi terjadi, dapat disadari kekeliruan terhadap kualitas lingkungan dan melakukan langkah-langkah penentuan.

Santri milenial berperan terhadap kontrol populasi semut sebagai pencegah degradasi lingkungan. Usia produktif santri milenial berperan langsung maupun tidak di keragaman ahli dan kedudukan masyarakat. Setidaknya menyayangi semut artinya menyayangi habitat, ekosistem dan lingkungan mereka. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr berkata Rasullulah S. A. W bersabda, “Orang-orang yang penyayang itu disayangi oleh Allah yang Maha Penyayang. Maka sayangilah yang di bumi, niscaya yang berada di langit menyayangi kalian.” (H. R. Tirmidzi 3: 216 nomor 1989). Maka selayaknya santri milenial sebagai pilar utama pelaku nilai-nilai Islam sesungguhnya.

Posting Komentar

0 Komentar