Dia Wisuda

Ilustrasi wisuda
Sumber: daerah.sindonews.com

(Puisi untuk orang-orang semester akhir di organisasi, di kelas, di kontrakan, atau dimana saja. Mari dengarkan puisi yang ditulis observer yang menyayangimu)

Kami belum tau rasanya ketika bertanya pada teman tentang skripsinya, kemudian dijawab masih sampai judul, lalu pada besoknya dia sidang, disusul teman-teman yang lain, yang juga sidang, seolah-olah benar-benar belum, menyentuh skripsi sama sekali?

Tapi demikian di mata kami terlihat seperti sulap, penipuan kecil-kecilan  dari sebuah hati ke hati bagai daun berguguran, dan mempunyai kadar humor 40% tingginya. Kami bisa mengolok-olok mereka sebagai lelucon seminggu penuh, "Wah, kau hebat! Kami kagum pada kalian," yang terselip di setiap kalimat yang berbondong-bondong keluar. Sayangnya rasanya terpukul-pukul mangamati nasi dan garam bagai menyeruak ke kerongkongannya. Jadi biar kami memancing dan menggoreng ikannya agar seseorang kembali merasakan ikan lauk pauk di rumah.

Mengamatinya bagai melihat seseorang dibunuh dengan ditenggelamkan oleh pemberat di keramaian, yang tidak dapat berbuat apapun kecuali sebagai saksi mata yang posisinya bagai tidak nyata.

Mengamatinya bagai membuat kami melihat sebatas kecupan di setiap ujung payudara yang menggelembung dipenuhi air susu yang nanti membuatnya gembira.

Rasanya segera ingin mentraktir segelas kopi pahit kesukaannya, duduk di kursi bambu yang diduduki para pencari gelar di sebuah kertas, mengelus pundaknya bagai mengusir semua kutu-kutu busuk, dan mendengar semua tangisan yang selalu disembunyikan.

Kami mohon jangan kembali ke tempat asalnya, jangan bilang pada Tuhan agar Dia menjemputnya, atau menghilang tiba-tiba ke antah berantah tanpa nama.

Di sisinya memang pujian bagai udara, yang pantas disangganya sampai ke ubun-ubun selepas usaha bagai orang gila, bukan racun dan pisau untuk membunuh manusia bernyawa. Namun madu yang menyerupai racun dan  sebuah pisau pemotong buah untuk mengiris apel makan siang.

Mengamatinya membuat kami sadar, menunggu yang tidak pasti itu tiada lain sungguh berengsek. Kami bersedia menunggu demikian jikalau dia mau, duduk di tangga-tangga yang akan mencapai ufuk bersamanya.

Mengamatinya memaksa kami melihat sebuah kata diulang-ulang: Terus menulis-terus menulis. Demikian kelihatannya. Lantas untaian kalimat pesimistis mengambang bagai kereta di sekitarnya. Bagaimanapun itu tetap sebuah tulisan yang artinya tetap menulis. Terus menulis. Dia selalu menulis.

Seandainya Cleopatra mendatanginya sebagai mayat yang cantik jelita, dia akan menyetubuhinya terus-terusan sampai perempuan itu mendesah-desah. Mereka jatuh cinta dalam imajinasi terdalam manusia dan berharap bahagia selamanya, nyaris tak ingin membunuh satu sama lain sampai kenyataan memergoki mereka.

Lagi pun, presiden tidak berpidato keras-keras tentang orang yang belum dikenal siapa-siapa, jangan risau, Tuan. Nanti saatnya tiba, presiden akan mengulang-ulang demikian suatu hari, manusia pemalas yang menyalahkan diri sendiri bermetamorfosa sebagai manusia inspirasi, "Kenapa kalian tidak?" katanya.

Kami selalu berbisik, "Kemarilah, bersandar ke bahu kami. Semua di sini untukmu tanpa ada kedaluarsa, sungguh."

Sayangnya dia terpesona mendengar anjing yang membaca puisi dengan menggonggong. Dan kami mulai berbisik-bisik sekali lagi, "Anjing yang bicara dengan bahasa manusia akan dibunuh ilmuan sinting. Semua yang mati akan menjadi pupuk bagi akar dan sulur-sulur pohon. Semua manusia dinanti-nanti tanaman yang menyukai pembusukan darah dan daging mereka."

Seandainya sangat terlambat untuk berjalan di jembatan, tidak apa. Jalan-jalan itu selalu ada dan jembatan itu pun demikian, tetap jalan tertatih-tatih atau mati bisu di bawah keputus asaan.

Kami bangga dan semua orang tua bangga dalam keadaan sembunyi-disembunyikan.

Tuan, manusia tidak tau berenang tanpa masuk ke suatu kubangan air dalam. Maka orang-orang mendorongnya diam-diam, kami mangamatimu untuk melihatmu berenang ke tepi telaga. Atau mati tanpa wisuda.

Sesungguhnya manusia telah berenang walau dalam kegelapan air ketuban Bunda.

Posting Komentar

1 Komentar

Tuliskan perasaan kalian disini, Busukers!